SELAMAT DATANG DIBLOG BIRAWA CLUB "WARNET. LOKET PPOB & STUDIO MUSIK"

2 September 2011

LEBARAN KETUPAT

Lebaran Tanpa Ketupat??
Ada yang hilang dan kurang....!!!



Ketupat sangat identik dengan Lebaran. Tanpa ketupat, Lebaran bagai sayur tanpa garam. Bahkan, menurut beberapa situs tertentu, Ketupat sudah menjadi icon Lebaran bagi daerah di Asia Tenggara.Tapi ada daerah-daerah tertentu yang tidak menggunakan icon tersebut dengan berbagai alasan.
Dalam perjalanan saya di simpangan jalan, saya mengikuti salah seorang bapak yang sudah tua dengan seorang ibu. Kemungkinan ibu tersebut adalah anaknya, atau sepupunya, menantunya, atau apapunlah. Mereka sama-sama berjalan memasuki sebuah lorong. Dalam percakapan itu, jelas bahwa bapak tersebut baru datang dari Pulau Seram Pedalaman (Maluku). Tak sengaja saya mendengar ibu tersebut mengatakan kepada pak tua itu bahwa di rumahnya sudah sibuk memasak banyak makanan, mulai dari rendang, opor, gulai, dll. Yang terakhir yang saya dengar, ia sementara membuat ketupat. Pak tua tersebut kembali berkata kepada ibu tersebut, tidak ada sagu? Atau kasbi (singkong)? Papeda,? Cari ikan asar. Lanjutnya, lebaran tanpa sagu dan ikan asar sama sekali tidak berarti apa-apa.




 Tak dibayangkan jika orang memasuki lebaran tanpa ketupat. Seakan-akan sudah menjadi tradisi yang mengakar bagi orang yang merayakan Lebaran untuk menyediakan Ketupat saat memasuki hari bahagia tersebut. Ketupat telah menjadi icon dari Lebaran, bukan hanya sebagai makanan, tetapi menjadi ornamen-ornamen bahkan gambar-gambar yang menunjukan identitas suatu Agama (Islam) dengan hari rayanya (Idul Fitri). Sama seperti Hari raya orang Kristen yaitu Natal, yang sudah sangat identik dengan Pohon Natal, padahal belum tentu tertulis di Alkitab bahwa itulah pohon untuk merayakan Natal. Akibat dari pemilihan Icon ini adalah simbol yang diagamakan. Orang Kristen mungkin akan menjadi aneh jika saat Natal menggunakan ornament Ketupat, begitu juga sebaliknya.
Simbol adalah milik bersama. Namun, hanya dalam konteks sebagaian orang, dan jika diagamakan akan terjadi unsur paksaan bagi orang yang memeluk agama tersebut tapi dalam konteks yang lain dengan konteks yang sudah diagamakan tersebut. Untuk itu tidak perlu ada anggapan atau stigma yang menjurus tajam jika Lebaran tanpa ketupat ataupun Natal tanpa pohon natal.
Di Maluku sendiri, tidak semua daerah yang tersentuh oleh perkembangan masa kini, di Pulau Seram secara Khusus, masih ada daerah yang perlu beberapa hari berjalan kaki untuk sampai di daerah tersebut. Konsukuensinya adalah mereka sering bergumul dengan daerah mereka sendiri atau hidup dengan dunia mereka sendiri. Sehingga akan terasa asing jika mereka menerima simbol yang bukan dari dunia mereka untuk merayakan hari lebaran. Untuk itulah kata seorang Bapak Tua yang tadi kepada anaknya: Cari: Sagu, Papeda, Singkong, Ikan. Hanya dengan itu mereka bisa merayakan Lebaran dengan sederhana dalam ukuran kita, namun mereka sangat bahagia dan merasakan hari kemenangan yang sesungguhnya. Karena simbol hanya mengantar kita kepada sesuatu yang kita lakukan, Makna Hari Lebaran lebih besar dari pada Ketupat maupun Sagu, untuk itu apapun simbolnya, yang penting itu baik untuk mengingat kita atas KemahakuasaanNya.